Jakarta - Penasehat hukum Deolipa Yumara bersama kliennya, Linda Susanti, kembali mendatangi Bareskrim Polri pada Selasa siang (9/12) sekitar pukul 14.00 WIB.
Kehadiran keduanya bertujuan menyerahkan dokumen tambahan sekaligus memberikan klarifikasi lanjutan terkait laporan dugaan penyalahgunaan wewenang dan pemerasan yang menurut mereka melibatkan oknum dari beberapa institusi penegak hukum.
Usai bertemu penyidik Satgas Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mabes Polri, Deolipa mengungkapkan bahwa penyidik tengah mendalami materi awal laporan, termasuk sejumlah rekaman CCTV yang disebut berkaitan dengan aktivitas Linda selama 2024–2025.
“Penyelidik sedang mendalami materi fakta-faktanya. CCTV di Bank BCA Millennial Cabang Tebet dan CCTV di lingkungan KPK juga akan diperiksa, karena jejak kegiatan Bu Linda sejak 2024 hingga 2025 sangat berkaitan dengan perkara ini,” ujar Deolipa.
Ia menyebut dokumen administratif terkait Safe Deposit Box (SDB), surat panggilan, hingga kronologi pengambilan barang di bank oleh pihak yang disebut sebagai oknum telah diserahkan kepada penyidik.
Linda Susanti kemudian memaparkan kronologi lebih rinci. Ia mengatakan persoalan bermula dari cicilan hutang berupa emas dan dolar yang ia terima dari seseorang bernama Ahmad Sulaiman. Saat menjalani pemeriksaan di Polda, Linda mengklaim penyidik sempat menyampaikan permintaan maaf karena laporannya dianggap sebagai aduan biasa.
Linda menegaskan bahwa penggeledahan kantor miliknya pada 1 April 2024 dilakukan oleh tim KPK, bukan Polda, dan hanya sebatas pemeriksaan dokumen. Namun dalam pemeriksaan lanjutan di KPK, ia diminta menjelaskan lokasi penyimpanan emas tersebut.
“Saya sampaikan bahwa emas itu saya simpan di SDB BCA. Baru kemudian saya tahu ada pemblokiran rekening dan SDB yang saya anggap tidak sah. Ada tiga oknum yang menurut saya bekerja sama dari KPK, Polda, dan BCA,” kata Linda.
Ia juga menuding adanya upaya mengarahkan kasus agar dirinya ditetapkan sebagai tersangka, termasuk pengambilan SDB yang menurutnya dilakukan sejumlah oknum sebelum dibawa ke kawasan Widya Chandra untuk negosiasi. Linda mengklaim sempat ditawari pengembalian sebagian aset sebesar 20 persen dan diminta untuk diam.
Linda menuturkan bahwa ia menghadapi berbagai bentuk intimidasi, mulai dari dugaan perusakan mobil, percobaan penyerangan, hingga upaya penyiraman air keras. Beberapa insiden itu, kata dia, terjadi di Jakarta maupun Singapura.
“Saya mohon kepada Dewas KPK, Kapolri, Presiden, dan Komisi III DPR untuk memanggil kedua belah pihak. Saya tidak menyerang lembaganya, saya hanya meminta agar oknum-oknum ini ditindak,” ujarnya.
Deolipa menambahkan bahwa laporan tersebut dibuat berdasarkan dokumen administratif, rekaman CCTV, serta data pendukung lain yang menurutnya valid.
“Kami ingin menjaga agar KPK tidak rusak oleh ulah segelintir oknum. Laporan telah kami ajukan kepada Kabareskrim, Kapolri, Irwasum, Propam, Kejaksaan Agung, Komisi III DPR, serta Dewan Pengawas KPK,” kata Deolipa.
Ia memastikan pihaknya siap mengikuti seluruh proses klarifikasi, termasuk RDP di Komisi III DPR apabila diperlukan.
Linda berharap Dewan Pengawas KPK dapat memfasilitasi pertemuan resmi antara dirinya dan pihak yang dituduh, dengan pendampingan hukum, untuk menghindari pertemuan nonformal yang menurutnya membuka peluang intimidasi.
“Yang saya minta hanya keadilan dan pengembalian hak saya. Jika ada panggilan resmi, notaris dan pihak-pihak terkait siap memberikan keterangan. Semua dokumen waris dan aset ada dan lengkap,” ujarnya.
Linda juga menegaskan bahwa tuduhan yang ia sampaikan tidak ditujukan kepada institusi KPK sebagai lembaga, melainkan kepada individu yang ia sebut sebagai oknum.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari KPK, Polda Metro Jaya, BCA, maupun individu yang disebut dalam laporan Linda Susanti. Bareskrim Polri menyatakan penyelidikan masih berlangsung dan seluruh data yang diserahkan pelapor akan diverifikasi sesuai prosedur yang berlaku.






